Dalam adat
istiadat dan khazanah Ranahminang yang memiliki filosofi Adat basandi Syarat
dan Syarak basandi Kitabullah hasil dari konsensus di Puncak Pato, menyatakan
secara jelas dan gamblang bahwa Adat minangkabau yang melanggar aturan harus
tunduk dan patuh. Maka pada saat itu dimulailah proses penghilangan adat
istiadat yang bertentangan dengan sengenap Ajaran Islam.
Dalam adat
istiadat Ranah minang dibagi dua jenis Pusaka atau harta kaum (suku) ranah
minang. Pertama Pusaka tinggi dan pusaka rendah. Pusaka tinggi adalah harta
yang pengelolaannya diwariskan secara turun temurun kepada wanita atau bundo
kanduang. Sedangkan harta pusaka rendah, diwariskan sebagai hak suku yang
pengelolaannya oleh warga suku sepengetahuan datuak atau niniak mamak. Jika ada
kelasahan mohon diluruskan. Pusaka tinggi dalam adat minangkabau berupa, ada
mata air, kolam, sawah, parak (kebun) dan juga pandam pekuburan dan juga sebuah
rumah gadang. Perolehan harta ini berawal dari pembukaan lahan oleh suatu suku
di sebuah perkampungan baru untuk di didiami anak keturunan.
Sedangkan
harta pusaka rendah adalah tanah suku yang merupakan tempat berladang bagi
anggota kaum yang memiliki batas-batas tertentu. Ketentuan pembagian harta
pusaka tinggi dan pusaka rendah tidak boleh dilakukan jual beli, namun boleh
digadaikan dengan alasan;
Pertama. Seorang gadis yang tidak laku (atau telah perawan tua) dan
belum memiliki suami, maka sebagian dari harta pusaka boleh digadaikan untuk
keperluan menikahkan sang gadis.
Kedua. Ketika
mait (orang meninggal) terletak dirumah dan tidak ada biaya untuk
menyelenggarakannya
Harta kepemilikan bersama atas
nama satu kaum dan orang banyak tidak dapat dibagi secara hukum Islam.
Pembagian waris hanya dapat dilakukan untuk harta milik perorangan dari
pencarian halal dan benar secara Islam. Harta pusaka tinggi adalah harta yang
memiliki hukum qiyas wakaf yang peruntukannya telah ditentukan oleh oleh
beberapa generasi sebelumnya. Kepemilikan tidak ada pada orang perorang, namun
hak pengelolaannya telah ditentukan. Harta pusaka tinggi, bukanlah pencarian
dari Ayah dan Ibu atau kakek dan nenek. Maka tiada hukum waris berlaku atas hal
tersebut.. Dimana di dalamnya terdapat kebaikan dan adat istiadat yang tidak
bertentangan dengan Islam.
Manfaat dari belakukanya Pusaka
Tinggi di ranah minang adalah:
- Terpeliharanya kaum suku minangkabau, khusus perempuan dari terbuang dari kampungnya sendiri. Ketika ia cerai dengan suami, atau tidak memiliki kekuatan ekonomi maka tanah pusaka dapat menopang ekonomi dan tidak menjadikan hina.
- Terpeliharanya tanah kaum muslimin, hal ini tidak beralih kepada selain muslim. Tiada penguasaan mutlak atas seseorang dengan luas tanah yang berjuta hektar. Hal ini menghilangkan monopoli sumber ekonomi utama yakni tanah. Hal ini mengacu pada ijtihat Umar bin Khattab dalam mengembalikan tanah rampasan perang di Irak dan Iran kepada penduduk dan mewajibkan membayar Kharaj dan Jizyah atas jaminan keamanan.
- Terpelihara sistem kekerabatan dan juga silaturrahmi diantara kaum suku di ranahminang. Dimana setiap peralihan dan juga alih fungsi memerlukan musyawarah bersama antara Datuak (kepala kaum) niniak mamak dan juga bundo kanduang (pihak ibu)
Namun yang disayangkan saat ini, banyak dari harta pusaka tinggi yang disalahgunakan oleh ninik mamak/ penghulu kaum bahkan diperjualbelikan sehingga kadang ada kaum yang tidak memiliki harta pusako tinggi lagi.
Seharusnya, keberadaan harta pusaka tinggi mampu memberikan manfaat nyata terhadap anggota suatu kaum, bahkan jika dikelola dengan baik dapat menjadi suatu potensi ekonomi yang mensejahterakan seluruh anggota kaum tersebut.
sumber : M. Yunus (artikel
kompasiana)
0 comments:
Post a Comment