Adat Minangkabau

Adat Minangkabau mempunyai beberapa kekhasan dibandingkan dengan adat suku-suku lain. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.


Pada tataran kemasyakatan, adat Minang terbagi pada empat kategori:

  • Adat nan sabana adat
  • Adat nan diadatkan
  • Adat nan teradat
  • Adat istiadat

Adat mengatur interaksi dan hubungan antar sesama anggota masyarakat Minangkabau, baik dalam hubungan yang formal maupun yang tidak formal.

Adat Minang tidak pernah komplikasi dengan adat lain manapun apalagi akan berkonfrontasi, sebab adat Minang mempunyai daya lentur yang amat tinggi yang memungkinkan ia hidup berabad-abad lamanya sampai sekarang. Namun demikian daya lentur (fleksibilitas) adat Minang itu mempunyai klasifikasi tersendiri, mulai dari yang agak kaku (rigid) sampai pada yang sangat luwes. Daya lentur ini dapat dilihat dari pembagian adat Minang yang dibagi 4 (empat) sebagai berikut :

A. Adat nan Sabana Adat

Yang dimaksud dengan "adat sabana adat" adalah "Aturan Pokok dan Falsafah" yang mendasari kehidupan suku Minang yang berlaku turun temurun tanpa pengaruh oleh tempat, waktu, dan keadaan, sebagaimana dikiaskan dalam kata-kata adat :
Nan indak lakang dek paneh
Nan indak lapuak dek hujan
Paling-paling balumuik dek cindawan
"Adat nan Sabana Adat" ini merupakan Undang-undang Dasarnya Adat Minang (UUD-ADAT) yang tak boleh diubah. "Adat nan Sabana Adat" ini pada dasarnya berlaku umum di seantero "Ranah Minang" baik Luhak nan Tigo maupun di rantau.

Yang termasuk dalam ADAT NAN SABANA ADAT ini adalah :
1. Silsilah keturunan menurut jalur garis ibu yang lazim disebut garis keturunan Matrilinial.
2. Perkawinan dengan pihak luar pesukuan yang lazim dikenal dengan tata perkawinan Eksogami, dan suami yang bertempat tinggal dalam lingkungan kerabat isteri yang disebut Matrilocal
3. Harta pusaka tinggi yang turun temurun menurut garis ibu dan menjadi miliki bersama "sejurai" yang tidak boleh diperjual belikan, kecuali punah.
4. Falsafah "alam takambang jadi guru" dijadikan landasan utama pendidikan alamiah dan rasional dan menolak pendidikan mistik dan irrasional (takhyul).
Keempat hal tersebut diatas menurut kami termasuk dalam klasifikasi "adat nan sabana adat" yang daya lenturnya sangat kuat dan sulit digoyahkan. Tapi kalau sampai goyah, seluruh adat Minang pun akan rusak karena ke 4 hal tersebut di atas Tonggak Tuonya adat Minang.

B. Adat nan Diadatkan
Yang dimaksud dengan "Adat yang Diadatkan" adalah "Peraturan Setempat" yang diambil dengan kata mufakat, ataupun kebiasaan yang sudah berlaku umum dalam "suatu nagari".
Perubahaan atas "Peraturan setempat" ini hanya dapat dilakukan dengan permufakatan pihak-pihak yang tersangkut dengan Peraturan itu sesuai dengan pepapatah :
Nan elok dipakai jo mufakat
Nan Buruak dibuang jo hetongan
Adat habih dek bakarilahan
Adat nan diadatkan ini dengan sendirinya hanya berlaku dalam "satu nagari" dan karenanya tak boleh dipaksakan untuk juga berlaku umum di "nagari" lain. Yang termasuk dalam "Adat yang Diadatkan" ini antara lain mengenai tata cara, syarat-syarat dan upacara Pengangkatan Penghulu; tata-cara, syarat-syarat dan upacara Perkawinan, yang berlaku dalam tiap-tiap nagari.

D. Adat nan Teradat
Yang dimaksud dengan "Adat nan Teradat" adalah kebiasaan dalam kehidupan masyarakat yang boleh ditambah atau dikurangi dan bahkan boleh ditinggalkan, selama tidak menyalahi "landasan berpikir" orang Minang yaitu alua-patuik raso-pareso; anggo-tanggo dan musyawarah. "Adat nan Teradat" ini dengan sendirinya menyangkut pengaturan tingkah laku dan kebiasaan pribadi orang perorangan, seperti tata-cara berpakaian, makan minum dan seterusnya.
Dahulu misalnya para pemuda di kampung biasa memakai kain sarung; kini sudah terbiasa memakai celana; malah sudah dengan Blue-Jeans. Dulu stiap Muslim Minang pulang haji pakai sorban, sekarang sudah biasa pakai peci, malah sering tanpa tutup kepala. Dulu orang Minang, biasa makan dengan tangan-telanjang, kini sudah biasa pula memakai sendok garpu. Perubahan tata cara ini dianggap tidak melanggar adat.

E. Adat Istiadat
Yang dimaksud dengan Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu nagari yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat.
Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak nagari, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung.
Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya.

Disamping pembagian 4 jenis adat diatas, masih ada satu pengaturan adat yang bersifat khusus dan merupakan ketentuan yang berlaku umum, baik di ranah maupun di rantau.
Pengaturan itu adalah apa yang dikenal dengan Limbago Nan Sapuluah yang menjadi dasar dari Hukum Adat Minang.

Empat macam adat diatas adalah adat Minang semuanya dan menjadi suatu kesatuan yang utuh. Keempatnya tidak dapat dipisahkan, dan tidak dapat dikatakan adat Minang kalau kurang salah satu: Bukanlah adat Minang jika hanya terfokus pada adat istiadat akan tetapi melawan Hukum Alam. Dan buknlah pula adat Minang jika hanya berbicara tentang pengangkatan Penghulu, tetapi tidak memberi ruang untuk berlakunya adat istiadat yang dipakai oleh orang kebanyakan.

0 comments:

Post a Comment