Kereta Api di Ranah Minang

Sejarah perkereta apian termasuk salah satu sejarah yang 'hangat' menghiasi cerita transportasi di Sumatera Barat.
Rel KA Ombilin 
Rel KA di Piladang - 50 Kota

Keberaraan kereta Api di Sumatera Barat, bisa dikatakan tidak terlepas dari kebijakan ekonomi pemerintah Kolonial Belanda di Sumatera Barat pada abad ke-19. Pada saat itu Pemerintah Kolonial Belanda menyusun sebuah proyek pembangunan ekonomi yang lebih dikenal dengan proyek tiga serangkai, yaitu ; 
(1) Pembangunan  Tambang Batu Bara Ombilin (TBO),
(2) Pembangunan Jaringan Kereta Api dan
(3) Pembangunan Pelabuhan Teluk bayur

Sehingga kebijakan ekonomi tersebut merupakan ‘Pilot Project Sistemic linkage’ yang maksudnya jika salah satu dari ketiga pembangunan tersebut gagal maka hilanglah fungsi yang lainnya. Karena itu siapapun yang mengerjakannya harus mengerjakan sekaligus.
Rel KA Sungai lasi - Kab. Solok


Untuk membangun proyek tiga serangkai ini (Tambang Batu bara Ombilin, Jalur Kereta Api dan Pelabuhan Teluk Bayur/Emmahaven) sampai tahun 1899 Pemerintah Kolonial Belanda telah mengeluarkan investasi yang sangat besar
Sementara itu proyek pembangunan jalan kereta Api dari Pulau Air-Muaro Kalaban secara bertahap terus dilakukan, yaitu ; (1)Pembuatan jalan kereta api dari Pulau Air sampai ke Padangpanjang 71 KM selesai dalam bulan Juli 1891. ( 2)Padang Panjang ke Bukittinggi 19 KM selesai pada bulan Nopember 1891. 3)Padang Panjang-Solok 53 Km selesai pada 1 Juli 1892, (4)Solok- Muaro Kalaban 23 Km dan Padang-Teluk Bayur 7 Km. Kedua jalur ini selesai pada tanggal yang sama  yaitu 1 Oktober 1892, (5)Jalur kereta api dari Muaro Kalaban-Sawahlunto dengan menembus sebuah bukit berbatu yang kemudian bernama Lubang Kalam sepanjang hampir 1 Km (835 Meter) selesai pada 1 januari 1894.

Dengan terhubungnya jalur Kereta Api di beberapa tempat di Sumatera Barat yang diiringi dengan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur jalan, maka aktifitas kereta api semakin lama semakin nampak keberadaannya di Sumatera Barat. 

Namun pada akhir tahun 2000 produksi batubara di Sawahlunto semakin berkurang. Secara otomatis aktifitas dan keberadaan kereta api di Sumatera Barat juga terimbas nyata. Kalaupun beroperasi  hanya sebagai alat transportasi Semen Padang dari Indarung ke Teluk Bayur Sumatera Barat. 

Dan sisanya adalah beberapa gerbong untuk trasportasi padang - pariaman yang masih beroperasi tiap harinya.
Di masa datang, diharapkan sarana tranposrtasi massal ini bisa kembali berkembang karena lebih cepat dan mampu mengurangi kemacetan.

Sumber :
- Sumbarprov.go.id
- Pustaka digital belanda

0 comments:

Post a Comment