Nagari di Minangkabau

Asal Muasal Nagari

Dahulu, nagari adalah empat buah saja namanya, pertama Taratak, kedua Dusun, ketiga Koto dan keempat Nagari.
Taratak berasal dari kata Tetak, dusun berasal dari kata susun, Koto berasal dari kata sakato dan nagari berasal dari kata pagar atau dipagari, yaitu dipagari dengan adat dan undang-undang.


Awalnya nagari adalah rimba besar, dan siapa yang hendak membuat ladang atau mencari tempat kediaman, maka dicarilah tempat yang baik, dan kalau sudah dapat barulah mulai menebang batang-batang kayu yang tumbuh ditempat tersebut, setelah itu barulah dimulai mencangkul atau menjenjang tanah.  Pekerjaan itulah yang dinamakan tetak. Sampai sekarang masih digunakan, misalnya "manatak kasumayan" atau tempat menaburkan benih, manatak ladang atau manatak hari (menentukan hari baik untuk perkawinan).  Lama-kelamaan, sebutan itu menjadi biasa dan tempat tersebut dinamakan Taratak dan sebagai tempat kediamannya.

Tidak berapa lama, datanglah beberapa orang membuat ladang atau tempat kediaman di sebelah orang yang pertama, dan tempat itu dinamakan Dusun, karena ladang atau tempat orang-orang itu sudah bersusun.

Selanjutnya, datang pula beberapa orang hendak tinggal disebelah dusun tersebut untuk membuat rumah atau ladang. karena manusia berkembang juga, maka tempat itu dinamakan Kampung, yang asal katanya berkampung/berkumpul.

Dan kalau sudah terjadi beberapa kampung yang berdekatan antara satu dengan yang lain dan penduduknya juga seiya sekata, dimana berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing, maka kumpulan kampung itu dinamakan Koto. Kemudian barulah Nagari, setelah adanya dua atau tiga buah Koto yang berdekatan.

Koto dan Kampung itu sepakat bahwa mereka akan seiya sekata, buruk sama dibuang, baik sama dipakai dan salah sama ditimbang.  Maka Koto yang berdekatan itupun dipagar dengan undang-undang dan peraturan adat supaya jangan tumbuh yang tidak baik, dan segala isi nagari aman, sebagaimana pepatah orang Minangkabau:

Nagari bapaga undang, kampuang bapaga pusako.

Nagari adalah suatu pergaulan hidup tertentu yang mempunyai daerah tertentu, rakyat tertentu dan pemerintahan tertentu. Nagari tidak terjadi begitu saja. Nagari terjadi melalui suatu urutan yang dimulai dari Taratak.

Sebuah pepatah mengatakan :

Taratak mulo babuek
Sudah taratak manjadi dusun
Sudah dusun manjadi koto.

Baru bakampuang-banagari

Nagari di Minangkabau menurut pemerintahannya merupakan suatu serikat (federasi).  Prinsip nagari adalah bebas mengurus dirinya masing-masing untuk ke dalam, dengan semboyan "Adat Salingka Nagari".  Maksudnya, tiap-tiap nagari berdiri dengan adatnya.  Walaupun cara pemakaiannya tidak sama untuk tiap nagari, namun mereka selalu siap sedia dan bersama-sama menghadapi soal ke luar. Bilamana dalam nagari-nagari yang berserikat itu timbul masalah, baik masalah sosial maupun masalah ekonomi atau politik, penyelesaiannya tidaklah "barangok ka lua badan", melainkan diselesaikan oleh nagari itu sendiri, sesuai dengan petuah adat yang berbunyi "Kusuik bulu, paruah manyalasaikan, kusuik paruah,  bulu manyalasaikan".

Susunan nagari di Minangkabau bertingkat-tingkat:

Tingkat pertama adalah Suku
Tiap nagari mempunyai beberapa suku, sekurang-kurangnya ada 4 suku barulah sah dikatakan nagari. Sesuai bidal yang mengatakan "nagari baampek suku" dan suku dipimpin oleh Panghulu.

Tingkat kedua Paruik
Adat mengatakan "suku babuah paruik". artinya, tiap suku harus memiliki beberapa buah "paruik". Jika tidak ada, maka suku tersebut belum memenuhi syarat.  Akibatnya nagari belum boleh dibentuk. Yang dimaksud dengan "Saparuik" adalah suatu kesatuan dari orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang mulanya berasal dari seorang ibu dalam satu angkatan (generasi).  Jadi orang-orang yang "saparuik" adalah mereka yang bertalian darah dihitung menurut garis asal nenek moyang.  Orang Saparuik dapat dibagi pula atas Jurai, yaitu satu kelompok anggota paruik yang ada dibawah "Kapalo Jurai" yang mempunyai hak daulat ke dalam.

Tingkat ketiga Kampuang
Para keluarga dari suku tadi makin lama makin berkembang.  Mereka yang tinggal sekelompok (berdekatan) mengusahakan ladang dan sawah mereka masing-masing.  Kampung ini dipimpin oleh "Tuo Kampuang" atau "Pangka Tuo Kampuang", yang dipilih diantara salah seorang laki-laki yang sudah tua atau yang dituakan dalam kampung.

Hidup berkampung diikat dengan syarat sebagaimana tersebut dalam petitih berikut:
Singok bagisia,
Halaman salalu,
Sawah sapamatang,
Ladang sabintalak,
Basasok bajarami,
Batunggua panabangan
Bapandam pakuburan.

Tingkat keempat Rumah Gadang
Tiap kampung terdiri dari beberapa buah Rumah Gadang.  Rumah Gadang ditempati oleh suatu keluarga besar  dari sabuah paruik.  Rumah Gadang dipimpin oleh Tungganai, saudara laki-laki tertua dalam keluarga besar tersebut.

Menurut Undang-Undang Nagari di Minangkabau, sebuah nagari sah bila memenuhi syarat-syarat yang disimpulkan dalam tujuh hal:

1. Dusun - taratak
maksudnya adalah lambang pemerintahan.

2. Labuah - tapian
Labuah artinya urusan hubungan lalu lintas sebagai urat nadi perekonomian menurut adat.
Tapian adalah lambang kesehatan.

3. Sawah - ladang
Lambang pertanian.

4. Banda - buatan
Lambang pengairan.

5. Kabau, jawi - tabek, taman-taman
Lambang peternakan.

6. Balai - musajik
Balai adalah lambang hukum dan mufakat.
Sedangkan musajik adalah lambang agama.

7. Galanggang - pamedanan
Galanggang adalah lambang olahraga
Sedangkan pamedanan adalah tempat berhimpun.

(Asrul Agin)

0 comments:

Post a Comment